Pada tahun
2000, kelompok hak asasi manusia International
Amnesty dan organisasi ilmu sosial Afrika, CODESRIA menerbitkan buku
pegangan bagi kelompok pengawas penjara dimana diduga terjadi penyiksaan.
Panduan ini memberikan wawasan mengenai bentuk perlakuan kekejaman, hal-hal
yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat (CID).
Buku ini juga
membahas bentuk penyiksaan yang paling umum antara lain pemukulan, sengatan
listrik, menggantung bagian tubuh seseorang, eksekusi palsu dan bentuk
kekerasan seksual, khususnya pemerkosaan.
Selain daftar
Amnesti Internasioal, kita juga akan melihat 5 bentuk umum penyiksaan yang
dikutip oleh Pusat Kesehatan Pengungsi dan HAM Boston, termasuk luka bakar,
sesak nafas, percobaan paksa pada manusia dan penghilangan jaringan serta
anggota badan.
Sementara
sebagian besar kekerasan yang masih ada adalah kekerasan fisik, penyiksaan
(penyiksaan hitam), eksekusi palsu (penyiksaan putih). Ada sedikit perbedaan antara bentuk
hitam-putih penyiksaan namun keduanya sama-sama berbahaya. Sebagai Kelompok
Kemanusiaan SPIRASI (Spiritan Asylum Services Initiative) mengatakan, “Metode
penyiksaan fisik dan psikologis sangatlah mirip, masing-masing seharusnya tidak
dipisahkan.” (sumber : SPIRASI)
Berikut
adalah 5 bentuk umum penyiksaan di seluruh dunia yang masih ada. Kita akan
mempelajari bentuk penyiksaan yang telah digunakan selama ribuan tahun tetapi
sama sekali tidak mengurangi rasa sakitnya. Sebelum melanjutkan membaca, perlu
diketahui bahwa artikel ini berisi tentang kekerasan yang mungkin tidak perlu
dibaca bagi sebagian orang.
Di antara
banyak cerita pelecehan dari Rezim Moammar Khadafi yang muncul di Libya pada
tahun 2011, Shwygar Mullah-lah yang rincian penyiksaannya paling memilukan.
Shwygar bekerja untuk anak Moammar, Hannibal sebagai pengasuh, ketika Istri
Hannibal, Aline, marah karena ia menjaga anak-anak dari pasangan tersebut
dengan baik. Dalam kemarahannya, Aline diduga secara sadis menyiram Shwygr
dengan air panas. Sekarang seluruh tubuh Shwygr tertutup dengan luka bakar
sehingga wajahnya hampir tidak bisa dikenali.
Kisahnya
merupakan bukti dari rasa sakit dan bekas luka yang membekas selamanya –baik
secara emosional maupun fisik—yang merupakan bentuk umum penyiksaan. Bahkan
praktek tersebut membuat kita kembali pada masa 2000 SM, ketika penjahat di cap
dengan tanda seperti itu agar tanda tersebut mengatakan kejahatan yang pernah
mereka lakukan.
Baru-baru
ini, ahli dan Stockholm pusat untuk penyiksaan dan traum korban, menemukan
bahwa 83 pencari suaka politik yang disiksa di Bangladesh, 78 persen mengalami
luka bakar, yang sebagian besar disebabkan oleh rokok atau dalam beberapa kasus
disebabkan air dan besi panas. Korban penyiksaan juga kerap mendapat luka bakar
dari paparan bahan kimia atau benda dingin yang ekstrim. Luka-luka tersebut
sangat rentan terhadap infeksi jika tidak ditangani dnegan baik, dan luka yang
diterima korban seringkali membekas selama sisa hidup mereka.
9. Luka Dalam
Segala bentuk
penyiksaan itu mengerikan, tetapi luka tembus seperti luka tusukan dan tembakan
bisa menjadi sangat traumatis. Sebuah studi oleh Unversitas Boston menunjukkan
bahwa cedera tersebut merupakan bentuk penyiksaan yang mengakibatkan kerusakan
syaraf seumur hidup.
Itu semua
masuk akal, mengingat senjata dan pisau mampu menimbulkan kerusakan dalam yang
parah, di mana seringkali pelaku tidak bermaksud melakukannya. Luka peluru dan
pisau dapat memutuskan tulang belakang, misalnya menghancurkan ligamen dan
tendon yang menyebabkan luka permanen. Ditambah lagi, korban seringkali tidak
mendapatkan perawatan medis yang dibutuhkan, sehingga menyebabkan infeksi dan
penyembuhan yang tidak maksimal.
Meskipun luka
tembak sering didapat ketika seseorang hendak ditangkap, luka tembus digunakan
sebagai metode untuk menyiksa seseorang. Organisasi nirlaba Internasional
melaporkan bahwa para korban penyiksaan di China menderita luka tusuk pada
ujung jari mereka yang disebabkan bambu, jarum dan benda tajam lainnya juga
gendang telinga mereka yang pecah karena serangan menggunakan tongkat.
Berdasarkan
pemeriksaan terhadap pengungsi dari
bangladesh mengungkapkan banyak dari mereka juga mendapatkan kekerasan oleh
benda tajam. Bahkan 79 persen dari kelompok yang diteliti menderita luka yang
disebabkan oleh pisau, pedang, jarum dan kaca. (Sumber : Edston).
8.
Sesak Nafas
Cekikan
memang mengerikan, tapi penelitian terbaru mengungkapkan alasan fisiologis
mengenai efektivitasnya sebagai metode penyiksaan. Peneliti dari universitas
Iowa menemukan bahwa, ketika tikus menghirup udara dengan tingkat CO2 yang
dinaikkan – gas yang sama yang ada terbentuk ketika manusia tercekik—tikus
menanggapinya dengan membeku di tempat. Setelah dilakukan studi lebih lanjut,
para peneliti menemukan bahwa peningkatan kadar CO2 menghasilkan tingkat pH
yang lebih tinggi pada tikus, sehingga memicu respon takut yang kuat di bagian syaraf
otak mereka guna bertahan hidup. (sumber : wilcox). Studi ini mungkin
menjelaskan mengapa, selain alasan yang sudah jelas, kita panik ketika kita
kekurangan oksigen, atau dengan kata lain, mengapa sesak napas adalah suatu
penyiksaan yang sadis.
Penyiksa
memutus pasokan udara korban dengan sejumlah cara yang berbeda. Sesak nafas
dapat menyebabkan kejang dan hilang kesadaran, dan memiliki potensi untuk
membunuh korban. Efek jangkan panjang yang lain adalah bronkitis kronis akibat
menghirup cairan, serta kerusakan otak permanen yang menyebabkan hilang ingatan
atau bahkan koma.
Sementara
penyiksaan sering digunakan untuk mendapatkan informasi dari korban, bentuk
penyiksaan berikutnya yang ada di daftar ini mengambil konsep tersebut ke dalam
tingkat yang menakutkan.
kita sering
berpikir bahwa pelaku penyiksaan adalah preman atau berandal yang dipersenjatai
dengan alat-alat besar namun efektif dalam menimbulkan rasa sakit. Namun,
pelaku eksperimen paksa pada manusia jauh lebih canggih dalam metodenya. Para
pelaku terkadang mengejar tujuan-tujuan seperti menyembuhkan penyakit atau agar
lebih memahami tentang tubuh manusia, namun metode mereka sangat menjijikkan.
Mungkin
contoh yang paling terkenal dari percobaan terhadap manusia terjadi selama
perang dunia II, yang dilakukan oleh unit 731 Jepang dan dokter-dokter yang
bekerja di kamp-kamp konsentrasi Jerman. Unit 731 menggunakan tawanan perang
sebagai kelinci percobaan manusia, menginfeksi mereka dengan penyakit
mengerikan dan membedah korban hidup-hidup dalam upaya mengembangkan senjata
biologi yang mematikan. Percobaan ini menewaskan 10.000 tahanan,dan pengujian
pada desa-desa di Cina menambah angka kematian hingga 300.000 jiwa (Sumber :
McNaught).
Percobaan
yang dilakukan oleh dokter Nazi juga tidak kalah mengerikan. Tahanan kamp
konsentrasi dipaksa hingga - dan kadang-kadang melampaui - batas hidup. Korban
dipaksa untuk duduk berjam-jam dalam air dingin, terinfeksi dengan segala macam
penyakit dan menimbulkan luka yang mirip yang diderita ketika di medan perang.
Dokter kemudian akan memperlakukan korban dengan sembrono, prosedur menyakitkan
yang sering berakhir dengan kematian.
Sementara
kekejaman yang dilakukan selama Perang Dunia II unggul dalam skala dan
kekejaman percobaan, sebenarnya pemaksaan eksperimen pada manusia telah terjadi
selama ribuan tahun. Sejak awal, penentang praktek telah memperdebatkan apakah
wawasan yang diperoleh melalui penderitaan manusia harus digunakan oleh
komunitas ilmiah yang lebih besar.
6. Pelepasan
atau Penghilangan Anggota Tubuh
kita sudah
tahu beberapa kekejaman yang dilakukan oleh dokter Nazi, namun kita belum
memeriksa salah satu upaya mereka yang paling mengerikan : tanam anggota badan
dan jaringan. lengan, kaki dan bagian tubuh korban yang lainnya dibuang dengan
cara mengerikan. Dokter kemudian mencoba untuk melakukan transplantasi bagian-bagian tubuh korban
lainnya, tetapi hasilnya sama-sama mengerikan, membuat semua anggota tubuh
korban rusak dan berjuang mati-matian agar tetap hidup.
Amputasi dan
penghapusan jaringan telah lama digunakan sebagai bentuk penyiksaan. Penyiksa
biasanya menghapus kuku, gigi dan angka dari korban, tetapi setiap bagian tubuh
bisa menjadi bahan.
Sepanjang
Abad Pertengahan, misalnya, penjahat di Inggris akan menghadapi amputasi
tangan, telinga dan bagian tubuh lainnya oleh algojo, dan praktek ini tidak pernah
usang [sumber: Kellaway]. Rasa sakit fisik dan gangguan penyiksaan seumur hidup
hanyalah sebagian dari hukuman, amputasi tersebut juga menjadikan mereka sampah
masyarakat karena luka-lukanya.
Entri
berikutnya dalam daftar kami adalah penyiksaan dalam bentuk yang paling dasar.
5. Pemukulan
sebuah studi
oleh Denmark dari 69 pengungsi menemukan bahwa 97 persen dari korban yang
selamat melaporkan telah dipukuli oleh penculik mereka [sumber: Olsen et al.].
"Pemukulan
bersifat universal, meskipun alatnya dapat bervariasi," tulis penulis
Michael Peel dan Vincent Iacopino dalam " The Medical Documentation of
Torture." Memukul bisa berarti meninju, menampar atau menendang korban.
Ini mungkin dilakukan secara spontan, atau dalam hubungannya dengan metode
lain. Penculik juga dapat memberikan pukulan dengan senjata tumpul.
Ada juga beberapa
metode khusus untuk jenis penyiksaan. The falanga (atau falanka, tergantung di
dunia mana Anda sedang disiksa) melibatkan metode pemukulan telapak kaki. Jenis
penyiksaan ini dapat membuat kaki korban sensitif terhadap sentuhan dan suhu [sumber:
Prip dan Perrson].
4. Kejut
Listrik
Metode penyiksaan kejut listrik belum selama metode lain yang banyak digunakan - manusia belum bisa memanfaatkan listrik sampai akhir abad ke-19. Listrik segera digunakan sebagai metode penyiksaan begitu tercipta.
"Amerika
tidak hanya mengembangkan tenaga listrik," tulis ahli penyiksaan Darius
Rejali di The Boston Globe, "mereka menciptakan perangkat penyiksa
elektrik pertama dan menggunakannya dalam kantor polisi dari Arkansas ke
Seattle." Sengatan listrik dapat dilakukan dengan menggunakan senjata
setrum dan perangkat terapi electroconvulsive (ECT).
Jenis
penyiksaan dapat dikatakan kasar karena mengalirkan arus listrik ke korban
melalui cambuk atau perangkat lain yang dirancang untuk memberikan kejutan yang
melekat pada aki mobil. kejutan digunakan sebagai metode penyiksaan karena
mereka murah dan efektif. Terlebih lagi, kejutan cenderung meninggalkan sedikit
jejak fisik yang jelas dari penderitaan yang mereka terima
3. Kekerasan Seksual
Pemerkosaan
adalah bentuk umum dari penyiksaan, terutama selama masa perang. Pemerkosaan
pria, wanita dan anak-anak telah terjadi selama terjadi konflik di seluruh
dunia. Dalam Perang Balkan tahun 1990-an, perempuan Muslim Bosnia menjadi
sasaran perkosaan sistematis di tangan tentara Serbia. Di Kongo, dari tahun
2000 hingga 2006 saja, lebih dari 40.000 wanita dan anak-anak diperkosa
[Sumber: Booth]. Di Rwanda pada awal 1990-an, diperkirakan 25.000 perempuan
diperkosa. Para tentara mengatakan kepada korban bahwa mereka "dibiarkan
hidup sehingga mereka akan mati dalam kesedihan" [sumber: Booth].
Baik pria
maupun wanita dapat menderita kekerasan seksual. Apakah penyerang menggunakan
tubuhnya untuk menimbulkan kerusakan atau mengacung-acungkan perangkat untuk
menembus tubuh korban, perbuatan itu dibentuk sebagai perkosaan. Terlebih lagi,
para ahli percaya perkiraan jumlah angka laki-laki yang pernah mengalami
penyiksaan perkosaan rendah, karena laki-laki mungkin lebih enggan untuk
melaporkan kejadian tersebut [sumber: Burnett dan Peel].
kekerasan
seksual memang didefinisikan secara spesifik, namun beberapa ahli menegaskan
bahwa semua penyiksaan adalah bentuk perkosaan karena tubuh korban dilanggar.
2. Digantung
Selama Perang
Vietnam, Viet Cong memberlakukan sebuah bentuk penyiksaan yang disebut "The
Ropes." Dalam "Adaptasi Manusia ke Extreme Stres: Dari Holocaust ke
Vietnam," penulis buku ini menggambarkan jenis penyiksaan yang banyak diterima
prajurit Amerika setelah ditangkap, "Meskipun ada banyak variasi dalam penyiksaan
ini, namun biasanya berupa mengikat siku di belakang punggung dan
mengencangkannya sampai menyentuh satu sama lain atau melengkungkan punggung
dengan tali membentang dari kaki ke tenggorokan "[sumber: Wilson dkk.].
Ketegangan yang diciptakan pada otot oleh pengetatan ini sangat ekstrim -
diperburuk dengan menggantung korban dari kaki mereka - dapat menyebabkan
kerusakan saraf seumur hidup.
Pemberontak Turki
Nasional, Gulderen Baran disiksa oleh polisi di awal abad 20-an. Selain
bentuk-bentuk penyiksaan, tangannya digantung di kayu salib dan pergelangan
tangannya terikat di belakangnya. Baran menderita kerusakan jangka panjang pada
lengannya, kehilangan kekuatan dan gerakan di satu tangan, dan kelumpuhan total
lainnya [sumber: Amnesty International, US Dept Negara].
1.
Eksekusi Palsu
Pada tahun
1849, penulis terkenal Rusia Fyodor Dostoyevsky menyadari dirinya hampir menghadapi
kematian oleh regu tembak karena kegiatan politiknya. Tapi kematian tidak
pernah datang, eksekusi itu dipentaskan, dan Dostoyevsky malah menyadari dirinya
menuju ke kamp kerja paksa di Siberia. Eksekusi palsunya tampak telah
mempengaruhinya selama sisa hidupnya. Banyak novelnya kemudian terfokus pada
penjahat, kekerasan dan pengampunan, semua subjeknya nampak tidak asing bagi si
penulis. Tak perlu dikatakan, pengalaman Dostoyevsky bukanlah satu-satunya.
Sebuah
eksekusi bohongan ini adalah situasi di mana korban merasa bahwa kematiannya -
atau kematian orang lain - sudah dekat atau telah terjadi. Ini bisa dikatakan sebagai
lepas tangan secara verbal mengancam kehidupan seorang tahanan, atau secara
dramatis menutup mata korban, meletakkan ujung pistol ke bagian belakang kepalanya
dan menarik pelatuk. Setiap ancaman jelas tentang kematian yang akan datang masuk
ke dalam kategori eksekusi palsu. Water boarding atau metode simulasi
tenggelam, adalah contoh eksekusi palsu.
Pedoman
Lapangan tentara Amerika secara tegas melarang tentara dari pementasan eksekusi
palsu [sumber: Levin]. Tapi laporan dari beberapa anggota militer AS melakukan
eksekusi ini muncul dari Perang Irak. Sebagai contoh, pada tahun 2005, satu
orang Irak yang diinterogasi karena mencuri logam dari gudang senjata telah disiksa
dan diminta untuk memilih salah satu dari anak-anaknya yang mati karena kejahatannya.
Ketika anaknya dibawa keliling gedung, menurut pandangan pria itu, dia buat percaya
bahwa anaknya telah dieksekusi ketika ia mendengar suara tembakan dilepaskan.
Dua tahun sebelumnya, dua personel Angkatan Darat diselidiki untuk pementasan
eksekusi palsu. Dalam sebuah situasi, salah seorang warga Irak dibawa ke daerah
terpencil dan dibuat untuk menggali lubang kuburnya sendiri, dan tentara
berpura-pura akan menembaknya[sumber: AP].
Militer AS
tentu bukan satu-satunya kelompok yang melanggar hukum internasional mengenai
eksekusi palsu sebagai penyiksaan. Pada tahun 2007, 15 warga Inggris ditangkap
oleh Pengawal Revolusi Iran. Setelah malam kedua, para tahanan diminta berbaris
menghadap dinding, ditutup matanya dan diikat. Di belakang mereka, para tahanan
mendengar senjata terkokang, diikuti bunyi klik tembakan yang hampa [sumber:
Kelly].
Meskipun terdapat
larangan terhadap aksi tersebut, eksekusi palsu masih digunakan sebagai sarana
penyiksaan - mungkin karena efektivitasnya dalam mendapatkan rahasia tahanan.
Efek dari ancaman tersebut berimbas pada kehidupan korban yang mendalam: Pusat
Korban Penyiksaan melaporkan korban yang pernah menjalani eksekusi palsu
mengenai kilas balik di mana mereka merasa seolah-olah sudah mati [sumber:
CVT].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar